Mari mampir ke kampus tetangga! Pada bulan Juni dan Juli 2023, Galeri Soemardja di Institut Teknologi Bandung menghadirkan sejumlah karya seni patung dalam pameran Kami Patung Ada. Pameran ini diikuti oleh 9 orang alumni Studio Patung ITB. Salah satu dari mereka adalah Miky Endro Santoso, dosen tetap program studi Desain Interior Universitas Kristen Maranatha.
Meski seni patung diajarkan di beberapa perguruan tinggi di Indonesia, jumlah seniman yang berkarya di bidang ini dapat dibilang hanya ada sedikit. Miky berpendapat bahwa teknik yang perlu dikuasai di jurusan seni patung cukup rumit, mulai dari penggunaan alat-alat pertukangan hingga menangani material yang sulit dibentuk. Hal ini diduga menjadi salah satu penyebab sepinya peminat jurusan Studio Patung.
“Waktu itu, angkatan saya tergolong paling banyak, itu hanya 8 [mahasiswa],” ujar Miky yang merupakan alumnus angkatan 1993.
Selain itu, Miky merasa bahwa bekerja sebagai pematung di Nusantara itu cukup menantang.
“[Tantangan ada] dari luar dan dari dalam diri kita. Dari luar itu, kadang apresiasi masyarakat terhadap seni patung itu tidak seramai [seni] 2 dimensi, kayak seni lukis.” Tingkat apresiasi yang rendah menimbulkan konflik internal di dalam diri seniman patung: “Beberapa dari pematung itu sendiri, motivasinya jadi berkurang. Akhirnya, mereka lari ke karya 3 dimensi lainnya yang bukan patung. Misalnya, mereka lari ke meubel, ke kerajinan kecil-kecil, atau proses yang lain,” papar Miky.
Meski begitu, Miky tetap optimis terhadap masa depan seni patung Indonesia. Menurutnya, pameran seperti Kami Patung Ada dapat menumbuhkan animo masyarakat yang lebih positif.
“Dengan bikin karya dan itu diapresiasi di ruang publik, secara tidak langsung, itu akan meningkatkan keinginan generasi muda untuk tertarik ke [seni] patung.” Miky juga berharap agar pemerintah mendukung usaha para seniman dengan menyediakan galeri, pameran, penghargaan, dan pendidikan seni 3 dimensi.
Dua patungnya yang dipamerkan di Galeri Soemardja adalah bagian dari usaha Miky untuk terus menciptakan sesuatu yang baru. Penggunaan stainless steel batangan dalam seni patung masih cukup jarang, sehingga karya Miky tergolong eksperimental.
“Ada beberapa pematung di Indonesia yang sudah menggunakan plat stainless steel. Tapi kalau batangan, stainless steel yang disusun membentuk 3 dimensi yang sifatnya organik itu masih jarang. Karena masih jarang, saya jadikan eksperimen untuk penelitian saya.”
Keunikan karya Miky terletak pada sifat subjek dan sifat material yang bertentangan: ia berusaha menggambarkan dinamika makhluk hidup menggunakan baja yang keras dan kaku.
“The Soul of Kawung” (2019) terinspirasi dari bentuk oval buah kolang-kaling (yang dalam bahasa Sunda disebut juga dengan kata “kawung”). Ada dua pesan yang terkandung di dalam The Soul of Kawung: manusia harus berguna bagi lingkungan sekitar dan bagi sesamanya, seperti pohon kawung; juga harus kuat ditempa seperti baja.
“Traces of My Work Creation Process” (2023) memotret lenggak-lenggok seekor ikan cupang.
“Walau ikannya kecil, tapi nilai estetikanya sangat tinggi, terutama di area sirip-siripnya … [kalau] bergerak di dalam air itu sangat indah,” Miky bercerita. Daya tarik sirip ikan cupang menjadi tantangan terbesar proyek ini: Miky harus menciptakan bentuk yang terlihat lunak, lentur, dan gemulai dari bahan yang kaku. Dalam berbagai tahapan pembuatannya–memotong, mengelas, memapas, dan memoles–Miky belajar menghargai proses untuk mendapatkan hasil yang baik.
Patung kawung dan ikan cupang karya Miky masih dapat dinikmati di pameran Kami Patung Ada, Galeri Soemardja Institut Teknologi Bandung hingga tanggal 13 Juli 2023. (sj)