Seperti perwayangan Jawa yang memiliki Panakawan, FSRD Institut Teknologi Bandung (ITB) punya perkumpulan tokohnya sendiri: AMBARI. Pertemanan para seniman AMBARI dimulai dari Studio Lukis ITB dan berlanjut di luar dinding kampus.
PRISMeu adalah pameran teranyar AMBARI. Pada hari terakhir pameran (17/9), beberapa anggota AMBARI duduk bersama di Orbital Dago untuk berbincang-bincang mengenai karya seni yang ditampilkan.
Dari kiri ke kanan: Ismet Z. E., Ibnu Pratomo, Elaine V. B. Kustedja
Pembicaraan tersebut mengungkapkan kompleksitas dan kedalaman makna yang dituangkan oleh masing-masing seniman. Misalnya, bola golf pamor (campuran besi & nikel) berjudul Will It Be Birdie? terlahir berkat usaha Ibnu Pratomo dalam melestarikan kesenian tempa Sunda.
Lukisan multikultural Ismet Zainal Effendi adalah bentuk penghayatannya terhadap COVID-19, tentang keseimbangan alam dan “bagaimana peradaban yang selama ini berjalan bisa berubah karena jasad renik yang kita tidak tahu.”
The Balance of Life
Beberapa pengunjung yang sedang mengamati lukisan Ismet ditampar oleh Horeee, sebuah instalasi bendera buatan Septian Harriyoga. Gangguan ini adalah hal yang sengaja ia ciptakan sebagai refleksi terhadap perayaan 17-an. “Temanya adalah ‘tidak merdeka di hari kemerdekaan, tidak menang di hari kemenangan’ … Dalam euforia merayakan hari kemenangan, di sisi lain, ada orang yang terganggu.”
Horeee (foto diambil dari katalog PRISMeu)
Elaine V. B. Kustedja yang memberikan pengantar bercerita bahwa nama PRISMeu menggambarkan kelompok AMBARI yang memiliki banyak sisi, seperti sebuah prisma. Tetapi, melihat bahwa AMBARI adalah satu serikat yang tetap terdiri dari warna-warninya sendiri, PRISMeu dapat juga diartikan sebagai sebuah pameran yang dapat membiaskan rona masing-masing anggota AMBARI, sekaligus menyatukan mereka ke dalam satu wadah yang unik. (sj)
PRISMeu dan AMBARI (foto oleh Braxton Apana, Unsplash)